Insinerator Kota Depok, Benarkah Menjadi Solusi?

Oleh Dyandra Verren (Aktivis Muslimah Depok)

Media melaporkan bahwa dua mesin pembakar sampah (insinerator) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Depok disegel masyarakat setempat. Hal itu dilakukan karena polusi udara yang ditimbulkan mesin tersebut.

Masyarakat mengeluh mengalami kesusahan bernapas, tenggorokan kering, dan aroma menyengat yang mengganggu dikarenakan alat insinerator yang beroperasi dari pukul 08.00 pagi hingga 18.00 sore WIB, bahkan kadang malam hari dipukul 22.00 pun masih beroperasi.

Namun sayang, sejak awal pembangunan mesin warga tidak pernah diikut sertakan pendapatnya oleh Pemkot Depok, sehingga kini warga menuntut hak mereka melalui demo dan penyegelan alat. (Kompas, 06/02/2025)

Kota Depok mengalami krisis pengelolaan sampah sebab kapasitas TPA Cipayung yang telah overload. Sejak awal beroperasi tahun 1984, TPA Cipayung kini menunjukkan tanda kelebihan kapasitas yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Bayangkan saja per tahun 2020 produksi sampah mencapai 1200 ton per hari. Oleh karena itu, Pemkot menggunakan insinerator yang ditujukan untuk mengurangi beban TPA.

Sayangnya karena alasan efisiensi, alat ini ditempatkan di dekat pemukiman penduduk yang berujung pada gangguan kesehatan dan kenyamanan warga sekitar. Padahal radius pencemarannya berdasarkan UPL- UKL jaraknya kurang lebih 300 sampai 500 meter, ini jelas sampai ke radius perumahan masyarakat sekitar. Insinerator yang tadinya dikira solusi malah membawa masalah baru.

Solusi yang ditawarkan Islam merujuk pada kaidah fikih : Dar’ul mafasid awla min jalbil mashalih (mencegah kerusakan didahulukan daripada meraih manfaat) maka seharusnya Pemkot lebih mengutamakan kesehatan dan kenyamanan warga daripada target efisiensi pengelolaan sampah.

Butuh negarawan yang memiliki visi dan misi yang jelas orientasinya melayani warga demi meraih pahala, bukan pragmatis belaka. Sebab penanganan sampah yang sebenarnya bukan hanya membakarnya tetapi dari memproduksi sedikit sampah, memproduksi sedikit plastik, dan menggunakan metode daur ulang mekanis dan organik yang efektif dan terbukti ampuh.

Penerapan perspektif ekonomi Islam yang mana menekankan tanggung jawab manusia agar tidak melakukan pemborosan, tidak mengambil riba, gotong royong dan selalu memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dapat mendorong kesadaran lingkungan, keadilan sosial, dan pengelolaan sumber daya dengan bijaksana.

Dari sana Pemkot bisa menerapkan regulasi dari solusi-solusi seperti 10 R (Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, Repair, Refurbise, Remanufacture, dan Repurpose) untuk mengayomi masyarakat dan Pengusaha-pengusaha agar menggunakan bahan-bahan yang tidak mencemari, tidak mengandung bahan kimia beracun, dan tidak berasal dari bahan bakar fosil.