Momen yang Mengubah Segalanya
Tahun 2021 adalah salah satu tahun terberat dalam hidupku. Aku terkena Covid-19 tepat tiga hari sebelum Lebaran Mei 2021. Seharusnya, ini adalah waktu penuh kebahagiaan dan kebersamaan dengan keluarga, tetapi hidupku seolah hancur dalam sekejap.
Aku tidak tahu pasti bagaimana aku bisa terpapar. Kemungkinan besar terjadi saat aku pergi ke mal yang cukup ramai atau ketika aku rutin melakukan itikaf di masjid selama 10 malam terakhir Ramadhan. Kurangnya istirahat mungkin membuat daya tahan tubuhku melemah, hingga akhirnya aku jatuh sakit.
Gejala yang Mencurigakan
Awalnya, aku hanya mengalami batuk dan pilek tanpa demam. Aku sama sekali tidak berpikir bahwa ini adalah Covid-19. Hingga suatu malam saat itikaf, aku meminta tisu dari kakakku, lalu temanku berkomentar bahwa tisunya wangi. Namun, aku sama sekali tidak bisa mencium aromanya. Saat itu, aku mulai merasa ada yang tidak beres.
Aku mencoba mencium berbagai benda dengan aroma kuat—minyak kayu putih, sabun, balsem—tetapi semuanya terasa sama saja, tidak berbau. Kakakku yang sangat aware dengan Covid-19 langsung menyarankan agar aku mulai menjaga jarak dengan anggota keluarga dan segera memeriksakan diri ke puskesmas.
Ketakutan Menjadi Kenyataan
Malam itu aku menangis sejadi-jadinya. Aku sangat takut jika benar-benar terkena Covid-19. Aku membayangkan harus menghabiskan hari rayaku dengan mengisolasi diri, jauh dari keluarga. Keesokan harinya, aku pergi ke puskesmas bersama ibuku untuk melakukan tes swab.
Detik-detik menunggu hasil terasa begitu menegangkan. Dan akhirnya, kabar yang kutakutkan menjadi kenyataan—hasilnya positif. Aku menangis sejadi-jadinya. Segala pikiran buruk seketika menghantui, tidak bisa merayakan Lebaran bersama keluarga, takut akan kematian, dan rasa bersalah karena mungkin saja aku menularkan virus ini ke orang-orang disekelilingku.
Hari-hari dalam Isolasi
Setelah pulang dari puskesmas, aku menjalani isolasi mandiri. Aku mengabari teman-temanku bahwa aku terkena Covid-19, tentu saja mereka sangat terkejut, namun meskipun begitu mereka tetap mensupportku dan memberiku semangat. Awalnya, aku merasa sangat terpuruk, tetapi dukungan dari keluarga dan teman-teman membantuku perlahan bangkit kembali.
Aku menjalani berbagai pengobatan, mulai dari menghirup ramuan herbal, minum jahe yang dibuat ibuku, hingga mengonsumsi 10-15 jenis obat per hari sesuai resep dokter. Hari-hari terasa panjang dan melelahkan, tetapi aku mencoba menyibukkan diri dengan membaca buku, menonton film, dan video call dengan teman-teman agar tetap merasa terhubung dengan dunia luar.
Akhirnya, Sembuh!
Hari demi hari berlalu, dan akhirnya, setelah dua minggu, aku mulai bisa mencium aroma kembali. Saat pertama kali bisa mencium bau jahe yang diseduh ibuku, aku merasa sangat bahagia. Itu adalah momen yang sangat aku syukuri. Aku baru menyadari bahwa hal-hal kecil seperti bisa mencium aroma, bisa merasakan rasa makanan, itu merupakan nikmat yang tiada tara dan patut kita syukuri.
Setelah merasa lebih baik, aku kembali menjalani tes swab bersama ayahku. Kali ini, aku sangat berharap hasilnya negatif. Dan, doa-doaku terkabul—aku dinyatakan sembuh dari Covid-19! Rasanya seperti mendapatkan hidupku kembali.
Pelajaran Berharga
Dari perjalanan ini, aku belajar banyak hal. Aku belajar tentang kesabaran, rasa bersyukur, pentingnya menjaga kesehatan, dan disiplin dalam menjalani protokol kesehatan. Pengalaman ini mengajarkanku bahwa kesehatan adalah anugerah yang sangat berharga.
Semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan oleh Allah Yang Maha Esa. Aamiin.
Cinta Nurul Arsy Pradita
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB










