DEPOKPOS – Di dunia, nama Indonesia mungkin sering terdengar. Sering dibicarakan tentang keindahan yang ada di Bali, terkadang juga karena posisinya sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Tapi di balik semua itu, ada satu pertanyaan yang sangat jarang direnungkan. Apa sebenarnya yang dilihat dunia dari Indonesia? Dan apakah itu sesuai dengan kenyataan yang kita rasakan sendiri sebagai warganya?
Sebagai bangsa, kita punya banyak alasan untuk bangga. Kita punya batik yang diakui UNESCO, musik tradisional yang penuh harmoni, tarian-tarian yang begitu rumit namun indah, serta keberagaman budaya yang tak tertandingi. Namun sayangnya, kita sering terlalu sibuk membanggakan label internasional itu—tanpa menyadari bahwa di dalam negeri sendiri, budaya kita perlahan kehilangan maknanya.
Anak-anak muda lebih hafal lirik lagu barat daripada lagu daerah. Cerita rakyat tergeser oleh drama Korea. Dan ironisnya, kadang orang luar negeri justru lebih antusias mempelajari budaya Indonesia daripada kita sendiri.
Bukan berarti kita anti terhadap budaya luar. Dunia memang sudah saling terhubung. Tapi yang jadi masalah adalah ketika kita hanya menjadi penonton dan konsumen, bukan pencipta dan pelaku. Ketika budaya kita dijadikan konten wisata, tapi tidak dijaga dan dicintai di rumah sendiri.
Kita memang sering tampil megah dalam forum internasional—ikut G20, konferensi iklim, pameran budaya. Tapi di sisi lain, banyak warisan budaya yang terbengkalai, komunitas adat yang terpinggirkan, bahkan sekolah-sekolah yang tidak lagi mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal. Kita menampilkan wajah yang menarik ke dunia, tapi sering lupa memperbaiki cerminan kita di dalam.
Yang dibutuhkan bukan sekadar tampil di luar, tapi memperkuat isi di dalam. Kita perlu membangun cerita besar tentang Indonesia—bukan cerita yang dibuat-buat, tapi cerita yang tumbuh dari kejujuran, keberagaman, dan semangat menjaga warisan. Dunia hari ini tidak hanya menghargai kekuatan ekonomi atau militer, tapi juga menghormati negara yang tahu siapa dirinya, dan bangga menjadi dirinya.
Dan tugas itu bukan hanya milik pemerintah atau diplomat. Itu juga tugas kita—anak muda, pelajar, seniman, petani, ibu rumah tangga, siapa saja. Lewat karya, bahasa, pilihan hidup, dan cara kita mencintai budaya sendiri, kita sedang ikut membentuk wajah Indonesia di mata dunia.
Karena pada akhirnya, dunia mungkin akan tahu nama Indonesia. Tapi tugas kitalah yang membuat mereka benar-benar mengerti siapa kita.
Ziad Siahaan
Mahasiswa Universitas Pamulang










