Fenomena FOMO sebagai Tantangan Psikologis pada Generasi Z di Indonesia

DEPOKPOS – Menurut beberapa peneliti di Indonesia, Fear of Missing Out (FOMO) dikaitkan dengan peningkatan penggunaan media sosial oleh Generasi Z. FOMO adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perasaan takut, cemas, atau khawatir yang muncul saat seseorang kehilangan informasi baru, seperti tren, berita, atau aktivitas orang lain. FOMO muncul biasanya saat orang menggunakan media sosial. Generasi Z lebih akrab dengan sosial media daripada generasi sebelumnya.

Fenomena ini disebabkan oleh kekhawatiran bahwa orang lain mungkin memiliki pengalaman yang memuaskan atau lebih memuaskan daripada mereka, FOMO menyebabkan perasaan tidak puas, gelisah, dan tekanan untuk terus mengikuti perkembangan terbaru.

Beberapa komponen psikologis seringkali berkontribusi pada fenomena ini. FOMO muncul ketika kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain tidak terpenuhi, sehingga seseorang merasa terisolasi atau tidak terlibat dengan orang lain. Karena mereka merasa tidak cukup baik dibandingkan dengan orang lain, orang dengan harga diri yang rendah cenderung mengalami FOMO. FOMO sering berhubungan dengan peningkatan stres, kecemasan, dan depresi, terutama bagi individu yang merasa tertekan untuk mengikuti perilaku atau gaya hidup tertentu.

Adapun dampak negatif dari FOMO ini adalah;

⦁ Dampak pada Kesehatan Mental: Hasil menunjukkan bahwa 65% responden mengalami gejala kecemasan yang signifikan, yang sering disebabkan oleh perbandingan sosial di media sosial. Responden melaporkan bahwa mereka merasa rendah diri dan tidak cukup baik ketika melihat kehidupan orang lain yang tampaknya menarik.

⦁ Penggunaan Media Sosial yang Berlebihan: Responden umumnya mengeluarkan waktu antara empat sampai lima jam setiap harinya di platform media sosial. Penggunaan yang berlebihan ini menimbulkan rasa FOMO yang meningkat dan dampak buruk bagi kesehatan mental mereka. Beberapa orang yang lebih aktif di media sosial mulai melaporkan mengalami tingkat kecemasan yang sangat tinggi.

⦁ Persepsi terhadap Media Sosial: Banyak peserta akui pengaruh buruk dari platform sosial, tetapi mereka tetap merasa susah untuk melepaskan penggunaannya. Sebagian besar dari mereka meyakini bahwa media sosial adalah satu-satunya metode untuk tetap berhubungan dengan kawan-kawan dan mendapatkan berita terkini.

Dari beberapa dampak negatif dari FOMO ada beberapa solusi untuk mengatasinya, yaitu bisa dengan cara ;

⦁ Dengan menerapkan Joy of Missing Out (JOMO) dan Subjektif Well-Being (SWB), orang meningkatkan kelebihan diri sendiri dan mengurangi penggunaan media sosial. Menyadari bahwa FOMO adalah jenis distorsi kognitif yang dapat diperbaiki dapat membantu Anda mengubah persepsi negatif menjadi persepsi positif. Untuk mengatasi pikiran negatif, lakukan puasa media sosial, atau detox digital.

⦁ Terapi Perilaku Emosional Rasional (REBT) adalah suatu pendekatan berfokus pada pemikiran yang bertujuan untuk mengenali dan merubah kepercayaan yang tidak logis yang menyebabkan FOMO dengan cara berpikir yang lebih logis dan adaptif. Teknik pernapasan serta manajemen waktu diperkenalkan untuk mengurangi kecemasan sosial dan ketergantungan pada media sosial.

⦁ Perilaku emosional (RBT) adalah pusat dari perbedaan ini dan mempertahankan keyakinan yang masuk akal yang mengarah pada bukti yang masuk akal. Kurangi kekhawatiran sosial dan mengandalkan jejaring sosial untuk periode pernapasan dan kontrol.

⦁ Mindfulness Therapy: Praktek mindfulness dapat membantu mengubah sikap, perhatian, dan niat secara keseluruhan, yang membantu menjaga kesehatan mental di era digital. Ini juga dapat mengurangi kecemasan, kecemasan, dan stres yang disebabkan oleh FOMO.

⦁ Detoks Media Sosial dan Peningkatan Kontrol Diri: Menggunakan detoks digital dan pemberdayaan diri untuk mengurangi intensitas penggunaan media sosial dapat mengurangi perilaku adiktif dan perasaan FOMO. Metode ini juga dapat disesuaikan dengan konteks budaya konseli untuk mencapai hasil terbaik.

Salah satu contoh fenomena FOMO ini adalah individu yang sering membuka aplikasi sosial media Instagram berulang kali untuk melihat apa yang dilakukan oleh pengikutnya. ​​Instagram menawarkan penggunanya kesempatan untuk membagikan gambar atau klip video yang paling menarik untuk ditampilkan dan dilihat, berfungsi sebagai tempat untuk menampilkan kehidupan sosial di dunia maya.

Pengguna Instagram lain yang melihat postingan tersebut dapat menyebabkan FOMO karena seseorang yang sering melihat teman di Instagram melakukan aktivitas yang sangat menyenangkan, seperti bepergian, melakukan kegiatan seru, membeli barang, dan menikmati waktu, sehingga individu yang sering melihat konten itu akan merasa terpinggirkan jika tidak berpartisipasi dalam kegiatan serupa dengan rekan-rekannya di Instagram.

Contoh sederhana dari perilaku seseorang yang terindikasi FOMO adalah mengecek chat, telepon, atau notifikasi media sosial secara teratur dan berulang, terlepas dari apakah informasi tersebut penting atau tidak. Mereka mungkin mengakses atau mengecek Instagram berulang kali setiap hari karena alasan tertentu, seperti ingin melihat aktivitas orang lain atau mengikuti tren yang sedang terjadi di platform tersebut berdasarkan apa yang dilakukan oleh orang lain. Pengalaman yang didapat dari media sosial dapat mengakibatkan perasaan takut ketinggalan, baik itu disadari maupun tidak.

Tiara Rhamadani
Sarjana Akuntansi Universitas Pamulang