FOMO memicu kecemasan akan keterasingan dari pengalaman, acara, atau aktivitas yang sedang berlangsung, khususnya yang terlihat di media sosial
DEPOKPOS – Di era digital yang serba cepat ini, meskipun hidup menjadi lebih mudah, hal tersebut juga memicu gaya hidup yang berpotensi merusak keuangan, utamanya untuk Generasi Z. Generasi ini tumbuh dalam suasana yang mendukung tingkat konsumsi yang tinggi. Dari sinilah muncul fenomena psikologis yang mendorong gaya hidup boros yang dikenal sebagai FOMO (Fear of Missing Out).
FOMO menciptakan kekhawatiran akan kehilangan sesuatu, sehingga banyak anak muda rela mengeluarkan uang demi mendapatkan pengakuan. FOMO memicu kecemasan akan keterasingan dari pengalaman, acara, atau aktivitas yang sedang berlangsung, khususnya yang terlihat di media sosial.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Jakpat (2024) menunjukkan bahwa 75% pengeluaran Generasi Z dialokasikan untuk kebutuhan makanan. Ini lebih dari sekadar makan untuk bertahan hidup, melainkan juga untuk mengekspresikan diri, dari berkumpul di kafe yang menarik hingga mencari hidangan viral untuk konten di Instagram atau TikTok.
“Rasanya tidak lengkap jika makan di tempat yang estetik tetapi tidak diabadikan,” ungkap Tiara, seorang anggota Generasi Z yang gemar berburu kuliner di Tangerang.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi kini telah bertransformasi dari sekadar kebutuhan menjadi bagian dari identitas diri. Makan telah menjadi sarana untuk mengekspresikan diri, menampilkan gaya hidup, dan memperkuat hubungan sosial.
Kemudahan dalam layanan pengantaran makanan juga mengurangi kebiasaan memasak di rumah. Makan bersama teman atau keluarga, di sisi lain, menjadi aspek penting dalam membangun hubungan sosial. Banyak anggota Generasi Z memanfaatkan kesempatan makan bersama untuk memperkuat ikatan dengan orang-orang terdekat. Meski demikian, gaya hidup ini memiliki dampak negatif.
FOMO yang terus-menerus berseliweran di media sosial dapat mendorong perilaku konsumtif, pembelian impulsif, bahkan utang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa literasi keuangan Generasi Z hanya mencapai 44,04% pada tahun 2024, yang tergolong rendah dan lebih buruk daripada generasi milenial. Keterbatasan pemahaman keuangan ini meningkatkan risiko mengambil keputusan finansial yang merugikan diri sendiri.
Pola konsumsi yang tinggi pada Generasi Z dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti rendahnya literasi keuangan dan tekanan dari media sosial yang menampilkan gaya hidup instan. Selain itu, kecenderungan membeli barang secara impulsif karena terpikat promosi dan diskon memperburuk pola konsumsi yang tidak bertanggung jawab.
Namun, tidak semua anggota Generasi Z terjebak dalam gaya hidup boros. Beberapa di antara mereka telah menunjukkan kesadaran baru untuk lebih bijak dalam mengelola keuangan. Berikut adalah beberapa strategi yang mulai mereka terapkan untuk mengelola keuangan dengan lebih baik.
Pertama, mereka membuat anggaran bulanan dengan mencatat pengeluaran secara manual atau menggunakan aplikasi keuangan untuk memastikan pengeluaran tetap teratur dan menetapkan anggaran yang realistis. Kedua, mereka memanfaatkan teknologi melalui aplikasi keuangan untuk memantau pengeluaran, mengelola anggaran, serta merencanakan kebutuhan, tabungan, dan hiburan. Ketiga, mereka mulai berinvestasi sedari awal untuk mempersiapkan masa depan finansial yang lebih baik. Terakhir, berburu promo dan cashback merupakan langkah cerdas untuk mengurangi pengeluaran tanpa mengesampingkan kebutuhan.
Tips Belanja Hemat ala Gen Z
⦁ Berbelanja Saat Flash Sale
Generasi Z cenderung menunggu momen flash sale untuk membeli barang yang mereka inginkan dengan harga lebih terjangkau. Mereka memanfaatkan hari-hari seperti Harbolnas, 9. 9, hingga 12. 12 sebagai waktu yang ideal untuk berbelanja. Dengan cara ini, mereka bisa menghemat uang tanpa mengorbankan kualitas produk.
⦁ Menggunakan E-Wallet
Selain memudahkan transaksi, dompet digital sering menawarkan promosi menarik dan cashback. Generasi Z memanfaatkan fitur ini untuk melakukan pembelanjaan yang lebih hemat baik secara online maupun offline. Beberapa dompet digital juga menyediakan fitur pengelolaan anggaran yang membantu mereka merencanakan keuangan.
⦁ Menyusun Daftar Keinginan
Sebelum berbelanja, mereka membuat daftar keinginan atau wishlist yang membantu menentukan prioritas kebutuhan. Ini dapat menghindarkan mereka dari pembelian yang tidak terencana, yang sering terjadi karena melihat diskon. Dengan perencanaan yang baik, pengeluaran mereka bisa lebih terkontrol.
⦁ Berbelanja Berdasarkan Anggaran
Mereka menetapkan batasan pengeluaran sebelum berbelanja dan berkomitmen untuk tidak melebihi jumlah tersebut. Langkah ini sangat penting untuk menjaga kesehatan finansial dan menghindari kebiasaan boros. Dengan belanja sesuai anggaran, Generasi Z tetap bisa berhemat tanpa merasa kekurangan.
⦁ Membandingkan Tarif
Sebelum membeli, Generasi Z teliti dalam memeriksa harga barang di berbagai marketplace. Mereka menggunakan alat pencarian harga otomatis atau membandingkan secara manual. Ini membantu mendapatkan produk terbaik dengan harga yang paling bersaing.
⦁ Membeli Barang Bekas atau Thrifting
Thrifting menjadi pilihan menarik karena menyajikan harga yang lebih terjangkau. Selain itu, Generasi Z juga melihatnya sebagai dukungan terhadap gaya hidup ramah lingkungan dan anti-konsumerisme. Dengan barang bekas yang berkualitas, mereka masih bisa tampil gaya tanpa menghabiskan banyak uang.
⦁ Mengikuti Akun Promo dan Influencer
Generasi Z aktif mengikuti akun media sosial yang membagikan informasi tentang diskon, flash sale, dan kode promo. Mereka juga berlangganan influencer yang rutin mereview produk dengan harga terjangkau tetapi berkualitas. Ini membuat mereka selalu mendapatkan informasi terbaru dan bisa memanfaatkan peluang berhemat dengan maksimal.
Fenomena Generasi Z yang begitu suka berbelanja makanan tidak sepenuhnya berdampak buruk. Ini juga merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan diri dan menikmati hidup. Namun, penting bagi generasi ini untuk mulai menyeimbangkan gaya hidup mereka dengan kesadaran finansial, agar tidak terjebak dalam pola konsumsi yang boros.
Mengatur anggaran, belajar menabung, dan memilah antara keinginan serta kebutuhan bisa menjadi langkah awal untuk menuju kehidupan keuangan yang lebih baik.
Oki Putri Aditya










