Oleh: Isra Novita, Mahasiswa Universitas Indonesia
Kehadiran Peter Berkowitz dalam agenda Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) 2025 di Kampus UI pada hari Sabtu tanggal 23 Agustus 2025 lalu menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak. Kritik ditujukan kepada pihak kampus UI karena mengundang akademisi pro-Zionis secara resmi sebagai pemberi orasi dalam agenda pembukaan program akademik pascasarjana. Akademisi yang memiliki banyak jejak dukungan terhadap Zionis ini diberikan panggung untuk memberi “pesan akademik” di hadapan mahasiswa baru Pascasarjana UI yang tentunya akan dijadikan bekal awal oleh para mahasiswa baru dalam dunia akademik jika diadakan secara resmi seperti ini.
Kritik tajam atas kehadiran Peter Berkowitz pada forum PSAU UI dikarenakan rekam jejak opininya baik dalam wawancara maupun tulisan yang mendukung gerakan zionis. Beberapa tulisan yang pernah dimuat di media seperti RealClearPolitics, Peter Berkowitz membela tindakan Zionis dan memandang dukungan terhadap Palestina sebagai bentuk dukungan terhadap kelompok radikal. Beberapa judul tulisannya yang menuai kritik diantaranya “Oxford Scholars Betray Their Vocation to Vilify Israel”, “Campus Backing of Hamas Condemns U.S. Higher Education” dan “Confronting the Woke-Left and Jihad Enthusiast Alliance”. Tulisan tersebut semakin memperjelas keberpihakannya terhadap Zionis.
Pemberian panggung terhadap akademisi dengan latar belakang sebagai pendukung Zionis tentu sangat dikritik dan dikecam oleh banyak pihak. Ditambah lagi undangan ini diberikan oleh kampus terbaik negeri, Universitas Indonesia. Tentu sangat dipertanyakan pertimbangan pihak kampus mengundang akademisi Pro-Zionis internasional, padahal masih banyak akademisi internasional yang lebih berkompeten untuk diundang. Adapun orasi yang disampaikan Peter Berkowitz dalam agenda PSAU UI 2025 berjudul “Pendidikan untuk Kebebasan dan Demokrasi”. Dalam orasinya, Peter Berkowitz menyinggung tentang pentingnya konstitusi dalam menjamin kebebasan dasar. “Konstitusi Anda (Indonesia) melindungi hak-hak dasar dimulai dari kebebasan beragama, kebebasan berbicara, berserikat, pers, dan berkumpul,” disampaikan Berkowitz di hadapan mahasiswa baru Pascasarjana UI.
Tema yang diangkat dalam agenda PSAU UI ini juga perlu dikritisi. Hakikatnya tema ini membuka pintu agar undangan terhadap pembicara berlatar belakang politik seperti Peter Berkowitz dibiarkan. Padahal agenda yang diselenggarakan adalah pengenalan sistem akademik universitas kepada mahasiswa baru, sudah seharusnya tema yang diangkat berfokus pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kebutuhan umat manusia, bukan pada ide kebebasan dan demokrasi yang justru mewadahi dukungan terhadap kebiadaban tindakan Zionis yang menghabisi warga Palestina.
Kehadiran Peter Berkowitz tentu perlu dicurigai sebagai salah satu upaya untuk mengambil kepercayaan dari Indonesia atas dirinya yang secara tidak langsung juga berharap agar Indonesia mengikuti setiap apa yang dikatakannya termasuk pembelaannya terhadap gerakan Zionis dan perebutan tanah Palestina secara brutal (genosida). Kepercayaan dan dukungan dari Indonesia yang merupakan pendukung penuh atas Palestina bisa menjadi jalan baginya untuk menghentikan dukungan Indonesia atas Palestina. Atas nama kebebasan dan demokrasi, dukungan terhadap Zionis pun bisa menjadi lazim.
Namun, berbagai opini dukungan terhadap Zionis dari akademisi universitas terbaik internasional sekalipun tidak akan mengubah status Zionis Israel sebagai penjajah biadab yang telah menghabisi warga Palestina secara brutal. Begitu pun dukungan dari berbagai pihak terutama kaum muslimin terhadap warga Palestina, kepeduliannya tidak akan berubah meskipun di-provokasi oleh akademisi internasional sekalipun. Justru adanya upaya untuk memutarbalikkan fakta terkait siapa yang harus dibela dan siapa yang harus dilawan inilah yang harus dihentikan terutama oleh kaum muslim yang wajib terikat dengan syariat Islam.
Pembelaan terhadap Palestina bukanlah sekadar dukungan kemanusiaan atau sekadar kebebasan berpendapat dan bertingkah laku. Hakikatnya pembelaan terhadap warga Palestina adalah wujud ketakwaan seorang muslim karena dorongannya adalah keimanan Kepada Allah yang mewajibkan hamba-Nya untuk peduli dengan saudaranya. Saudara seiman diibaratkan seperti satu tubuh. Sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk membela saudaranya di Al-Aqsa begitu pun kepada umat di belahan bumi manapun.
Tidak selayaknya seorang muslim membiarkan pemberi dukungan terhadap penjajah diberi panggung. Bahkan dalam syariat Islam, haram hukumnya menjalin hubungan kerjasama dengan kafir harbi (kafir yang menyerang kaum muslim secara terang-terangan) terutama kerjasama di bidang pendidikan. Maka, umat Islam harus bersungguh-sungguh mengupayakan solusi hakiki atas pembebasan Baitul Maqdis dengan menyatukan kaum muslimin dalam naungan daulah khilafah Islamiyah yang mampu menyatukan kekuatan dan memberi komando jihad untuk melawan Zionis penjajah laknatullah. Umat harus disadarkan akan pentingnya persatuan dalam mengembalikan kemuliaan umat Islam, dan perjuangan itu harus berada dalam jamaah dakwah ideologis yang bergerak secara terstruktur untuk terus mengajak dan mengingatkan umat untuk terus berjuang. Wallahu a’lam bi ash shawab.








