Turunnya Kelas Menengah di Jakarta: Banyak Milenial dan Gen Z jadi Pekerja Sektor Informal

DEPOKPOS – Tingkat Pengangguran di Jakarta merupakan salah satu yang tertinggi. Berdasarkan data bps 2025, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jakarta menyentuh angka 6,18% atau sekitar 338.394 orang. Angka ini naik 0,15% dari tahun 2024. Angka PHK di Jakarta juga termasuk yang tertinggi.

Hal ini menyebabkan banyak penduduk Jakarta lari ke sektor informal seperti ojek umum, tukang sapu jalanan, hingga buruh harian lepas. Bahkan ada kasus dimana lulusan sarjana bekerja sebagai tukang sapu.

Kondisi tenaga kerja di Indonesia sekarang tidak ideal, termasuk di Jakarta. Angkatan kerja lebih banyak dibanding lapangan pekerjaan. Dilansir dari data bps 2025, jumlah angkatan kerja di Kota Jakarta mencapai 5.475.996 berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).

Jumlah ini naik 41,62 ribu orang dibanding tahun 2024. Hal ini membuktikan betapa susahnya mencari lapangan pekerjaan yang layak di sektor formal. Data bps juga menyatakan sebanyak 3,19 juta orang (62,05%) bekerja pada sektor formal turun sebesar 1,89% dibanding tahun 2024. Lapangan pekerjaan setiap tahun mengecil dimana sektor formal juga ikut turun. Sektor Informal menjadi lebih banyak diminati.

Seperti yang terjadi pada April 2025, pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka lapangan pekerjaan sebagai Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) yaitu Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) dan Pemadam Kebakaran (Damkar). Salah satu posisi PPSU atau lebih dikenal sebagai pasukan orange adalah menjadi tukang sapu.

Tingginya antusiasme dan minat warga Jakarta yang datang ke Balai Kota untuk berebutan mendaftar, bahkan ada yang sudah antre dari subuh. PemProv mengimbau masyarakat melakukan pendaftaran online untuk menghindari antrean panjang atau berdesak-desakkan.

Lowongan ini hanya membutuhkan sekitar 1000 pekerja sementara pendaftar mencapai 70.000 orang. Penduduk Jakarta dari berbagai lulusan bahkan lulusan SD diperbolehkan untuk mendaftar, tidak sedikit lulusan tahun 2000-an atau Gen Z yang mendaftar lowongan pekerjaan ini.

Para pekerja yang terkena PHK atau habis kontrak dari sektor formal mengaku mengalami kesulitan untuk mendaftar kerja lagi. Mereka terhalang oleh batas maksimal usia dan susahnya mencari lapangan pekerjaan dari sektor formal lain.

“Umur sudah 36 tahun, kena phk mau kerja di kantoran lagi susah. Makanya saya daftar jadi tukang sapu di DKI” ucap salah satu pekerja sapu jalanan, disapa pak waluyo, minggu, 22 Juni 2025, ketika diwawancara. Beliau sudah bekerja sebagai tukang sapu jalanan kurang lebih setahun.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Menurunnya lapangan pekerjaan di sektor formal menyebabkan penduduk Milenial dan Gen Z terpaksa bekerja di sektor informal. Banyak pekerjaan sektor informal yang tidak layak dengan jam kerja hampir 12 jam, tidak adanya tunjangan seperti BPJS, dan upah yang jauh dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Hal ini dapat menyebabkan turunnya daya beli masyarakat yang mengakibatkan kriminalitas meningkat.

Permasalahan ini bagaikan lingkaran setan. Menurunnya produksi lalu terjadi PHK sehingga daya beli masyarakat rendah yang menyebabkan produksi menurun. Hal ini harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Pemerintah perlu membuat regulasi yang kuat untuk menaikkan daya beli masyarakat. Salah satu caranya dengan mengajak kerjasama perusahaan asing atau investor luar negeri untuk membuka lapangan pekerjaan di Indonesia.

Sephia Titania
Mahasiswi Universitas Pamulang